PENYESUAIAN DIRI REMAJA
1. Pengertian Penyesuaian Diri
Penyesuaian diri dalam
bahasa aslinya dikenal dengan istilah adjustment atau personal adjustment.
Schneiders berpendapat bahwa penyesuaian diri dapat ditinjau dari tiga sudut
pandang, yaitu: penyesuaian diri sebagai adaptasi (adaptation),
penyesuaian diri sebagai bentuk konfornitas (conformity), dan penyesuaian diri
sebagai usaha penguasaan (mastery).
Pada mulanya penyesuaian diri diartikan
sama dengan adaptasi
(adaptation), padahal adaptasi ini pada umumnya lebih mengarah
pada penyesuaian diri dalam arti fisik, fisiologis, atau biologis. Misalnya,
seseorang yang pindah tempat dari daerah panas ke daerah dingin harus
beradaptasi dengan iklim yang berlaku di daerah dingin tersebut.
Ada juga penyesuaian diri diartikan
sama dengan penyesuaian yang mencakup konformitas
terhadap suatu norma. Pemaknaan
penyesuaian diri seperti ini pun terlalu banyak membawa akibat lain. Dengan
memaknai penyesuaian diri sebagai usaha konformitas, menyiratkan bahwa
di sana individu seakan-akan mendapattekanan kuat untuk harus selalu mampu
menghindarkan diri dari penyimpangan perilaku, baiksecara moral, sosial, maupun
emosional.
Sudut pandang berikutnya adalah bahwa penyesuaian diri dimaknai
sebagai usaha penguasaan
(mastery), yaitu kemampuan untuk merencanakan dan
mengorganisasikan respons dalam cara-cara tertentu sehingga konflik-konflik,
kesulitan, dan frustrasitidakterjadi.
Penyesuaian diri
merupakan salah satu persyaratan penting bagi terciptanya kesehatan jiwa/mental
individu. Banyak individu yang menderita dan tidak mampu mencapai
kebahagiaan dalam hidupnya, karena ketidak-mampuannya dalam menyesuaikan diri,
baik dengan kehidupan keluarga, sekolah, pekerjaan dan dalam masyarakat pada
umumnya. Tidak jarang pula ditemui bahwa orang-orang mengalami stres dan
depresi disebabkan oleh kegagalan mereka untuk melakukan penyesaian diri dengan
kondisi yang penuh tekanan.
Berdasarkan
uraian di atas dapat dikatakan bahwa penyesuaian diri merupakan suatu proses
dinamis yang bertujuan untuk mengubah perilaku individu agar terjadi hubungan
yang lebih sesuai antara diri individu dengan lingkungannya. Atas dasar
pengertian tersebut dapat diberikan batasan bahwa kemampuan manusia
sanggup untuk membuat hubungan-hubungan yang menyenangkan antara manusia dengan
lingkungannya.
a.
Aspek-aspek Penyesuaian Diri
Pada dasarnya penyesuaian diri
memiliki dua aspek yaitu: penyesuaian pribadi dan penyesuaian sosial. Untuk
lebih jelasnya kedua aspek tersebut akan diuraikan sebagai berikut :
1)
Penyesuaian Pribadi
Penyesuaian pribadi adalah
kemampuan individu untuk menerima dirinya sendiri sehingga tercapai hubungan
yang harmonis antara dirinya dengan lingkungan sekitarnya. Ia menyadari
sepenuhnya siapa dirinya sebenarnya, apa kelebihan dan kekurangannya dan mampu
bertindak obyektif sesuai dengan kondisi dirinya tersebut. Keberhasilan
penyesuaian pribadi ditandai dengan tidak adanya rasa benci, lari dari
kenyataan atau tanggungjawab, dongkol. kecewa, atau tidak percaya pada
kondisi dirinya. Kehidupan kejiwaannya ditandai dengan tidak adanya kegoncangan
atau kecemasan yang menyertai rasa bersalah, rasa cemas, rasa tidak puas, rasa
kurang dan keluhan terhadap nasib yang dialaminya.
Sebaliknya
kegagalan penyesuaian pribadi ditandai dengan keguncangan emosi, kecemasan, ketidakpuasan
dan keluhan terhadap nasib yang dialaminya, sebagai akibat adanya gap antara
individu dengan tuntutan yang diharapkan oleh lingkungan. Gap inilah yang
menjadi sumber terjadinya konflik yang kemudian terwujud dalam rasa takut dan
kecemasan, sehingga untuk meredakannya individu harus melakukan penyesuaian
diri.
2)
Penyesuaian Sosial
Setiap iindividu hidup di dalam
masyarakat. Di dalam masyarakat tersebut terdapat proses saling
mempengaruhi satu sama lain silih berganti. Dari proses tersebut timbul suatu
pola kebudayaan dan tingkah laku sesuai dengan sejumlah aturan, hukum, adat dan
nilai-nilai yang mereka patuhi, demi untuk mencapai penyelesaian bagi
persoalan-persoalan hidup sehari-hari. Dalam bidang ilmu psikologi
sosial, proses ini dikenal dengan proses penyesuaian sosial. Penyesuaian sosial
terjadi dalam lingkup hubungan sosial tempat individu hidup dan berinteraksi
dengan orang lain. Hubungan-hubungan tersebut mencakup hubungan dengan
masyarakat di sekitar tempat tinggalnya, keluarga, sekolah, teman atau
masyarakat luas secara umum. Dalam hal ini individu dan masyarakat sebenarnya
sama-sama memberikan dampak bagi komunitas. Individu menyerap berbagai
informasi, budaya dan adat istiadat yang ada, sementara komunitas
(masyarakat) diperkaya oleh eksistensi atau karya yang diberikan oleh sang
individu.
Apa yang diserap atau dipelajari
individu dalam poroses interaksi dengan masyarakat masih belum cukup untuk
menyempurnakan penyesuaian sosial yang memungkinkan individu untuk mencapai
penyesuaian pribadi dan sosial dengan cukup baik. Proses berikutnya yang harus
dilakukan individu dalam penyesuaian sosial adalah kemauan untuk mematuhi
norma-norma dan peraturan sosial kemasyarakatan. Setiap masyarakat biasanya
memiliki aturan yang tersusun dengan sejumlah ketentuan dan norma atau
nilai-nilai tertentu yang mengatur hubungan individu dengan kelompok.
Dalam proses penyesuaian sosial individu mulai berkenalan dengan kaidah-kaidah
dan peraturan-peraturan tersebut lalu mematuhinya sehingga menjadi bagian dari
pembentukan jiwa sosial pada dirinya dan menjadi pola tingkah laku kelompok.
Kedua hal tersebut merupakan proses
pertumbuhan kemampuan individu dalam rangka penyesuaian sosial untuk menahan
dan mengendalikan diri. Pertumbuhan
kemampuan ketika mengalami proses penyesuaian sosial, berfungsi seperti
pengawas yang mengatur kehidupan sosial dan kejiwaan. Boleh jadi hal inilah
yang dikatakan Freud sebagai hati nurani (super ego), yang berusaha
mengendalikan kehidupan individu dari segi penerimaan dan kerelaannya terhadap
beberapa pola perilaku yang disukai dan diterima oleh masyarakat, serta menolak
dan menjauhi hal-hal yang tidak diterima oleh masyarakat.
2.
Proses Penyesuaian Diri
Penyesuaian diri lebih bersifat suatu proses sepanjang
hayat (life long), dan manusia terus-menerus berupaya menemukan dan mengatsi
tekanan dan tantangan hidup guna mencapai pribadi yang sehat.
Respon penyesuaian, baik atau buruk,
secara sederhana dapat dipandang sebafai suatu upaya individu untuk mereduksi
atau menjauhi ketegangan dan untuk memelihara kondisi-kondisi keseimbangan yang
lebih wajar. Penyesuaian adalah sebagai suatu proses ke arah hubungan
yang harmonis antara tuntutan internal dan tuntutan eksternal. Dalam proses
penyesuaian diri dapat saja muncul konflik, tekanan, dan frustasi, membebaskan
diri dari ketegangan.
Apakah seseorang berhadapan dengan
penyesuaian sehari-hari yang sederhana atau suatu penyesuaian yang rumit,
terdapat suatu pola dasar yang ter diri dari elemen-elemen tertentu. Contoh:
seorang anak yang membutuhkan rasa kasih sayang dari ibunya yang terlalu sibuk
dengan tugas-tugas lain anak akan frustasi dan berusaha menemukan pemecahan
untuk mereduksi ketegangan/kebutuhan yang belum terpenuhi. Dia mungkin mencari
kasih sayang di mana-mana, atau menghisap jarinya, atau bahkan tidak berupaya
sana sekalim atau makan secara berlwbihan, sebagai respon pengganti bila
kebutuhab-kebutuhab tidak terpenuhi secara wajar. Dalam beberapa hal, respon
pengganti tidak tersedia, sehingga individu mencari suatu respon lain yang akan
memuaskan motvasi dan mereduksi ketegangan.
Dengan demikian, dapat dijelaskan bahwa
motivasi mengambil variasi bentuk dapat diarahkan kepada rintangan aatau
frustasi yang disebabkan oleh beberapa aspek realitas misalnya : pembatasan
orang tua, hambatan fiik, aturan sosial dan semacamnya. rintangan-rintangan ini
menyebabkan individu meneliti cara-cara responnya yang berbeda-beda (A, B, dan
C) sampai mendapatkan pemuasan.
Individu dikatakan berhasil dalam
melakukan penyesuaian diri apabila ia dapat memenuhi kebutuhannyadengan
cara-cara yang wajar atau apabila dapat diterima oleh lingkungan tanpa
merugikan atau mengganggu lingkungannya.
3.
Karakteristik Penyesuaian Diri
Tidak
selamanya individu berhasil dalam melakukan penyesuaian diri, karena
kadang-kadang ada rintangan-rintangan tertentu yang menyebabkan tidak berhasil
melakukan penyesuaian diri. rintangan-rintangan itu mungkin terdapat dalam
dirinya atau mungkin di luar dirinya. dalam hubungannya dengan
rintangan-rintangan tersebut, ada individu-individu yang dapat melakukan
penyesuaian diri secara positif, namun ada pula individu-individu yang
melakuakn penyesuaian diri yang salah. berikut ini akan ditinjau karakteristik
penyesuaian diri yang positif dan penyesuaian diri yang salah.
a.
Penyesuaian Diri Secara Positif
Menurut Sunarto dan Hartono (1995), dalam melakukan penyesuaian dirisecara
positif, individu akan melakukannya dalam berbagai bentuk, antara lain :
1)
Tidak melakukan adanya ketengan emosional.
2)
Tidak
menunjukkan adanya mekanisme-mekanisme psikologis.
3)
Tidak
menunjukkan adanya frustasi pribadi.
4)
memiliki pertimbangan rasional dan pengarahan diri.
5)
Mampu dalam belajar.
6)
Menghargai pengalaman.
7)
Bersikap realistik dan objektif.
Dalam
melakukan penyesuaian diri secara positif, individu akan melakukannya dalam
berbagai bentuk, antara lain:
1)
Penyesuaian menghadapi masalah secara langsung.
2)
Penyesuaian
dengan melakukan eksplorasi (penjelajahan).
3)
Penyesuaian dengan trial dan error atau coba-coba.
4)
Penyesuaian dengan substitusi (mencari pengganti).
5)
Penyesuaian
diri dengan menggali kemampuan diri.
6)
Penyesuaian dengan belajar.
7)
Penyesuaian dengan inhibisi dan pengendalian diri.
8)
Penyesuaian dengan perencanaan yang cermat.
Heber dan Runyon (1984) menyebutkan beberapa
ciri khas penyesuaiandiri yang sehat, yaitu :
1)
Persepsi terhadap realitas. Individu
mengubah persepsinya tentang kenyataan hidup danmenginterpretasikannya,
sehingga mampu menentukan tujuan yangrealistik sesuai dengan kemampuannya serta
mampu mengenali konsekuensi dan tindakannya
agar dapat menuntun pada perilaku yang sesuai.
2)
Kemampuan mengatasi stres dan keecemasan. Mempunyai kemampuan mengatasi stres dan kecemasan berarti individumampu mengatasi
masalah-masalah yang timbul dalam hidup dan mampumenerima kegagalan yang dialami. Individu yang memiliki penyesuaiandiri
yang baik akan belajar untuk menceritakan stres dan kecemasan yangdirasakannya pada orang lain. Dukungan dari orang
di sekitar dapatmembantu individu dalam menghadapi masalahnya.
3)
Gambaran diri yang positif. Gambaran diri yang positif berkaitan dengan penilaian individu tentangdirinya sendiri. Individu mempunyai gambaran diri
yang positif baik melalui
penilaian pribadi maupun melalui penilaian orang lain, sehinggaindividu
dapat merasakan kenyamanan psikologis.
4)
Kemampuan mengekspresikan emosi dengan baik. Emosi yang ditampilkan individu realistis dan secara umum berada dibawah
kontrol individu. Ketika seseorang marah, dia mampumengekspresikan dengan cara yang tidak merugikan orang lain,
baik secara psikologis maupun fisik. Individu yang memiliki kematanganemosional mampu untuk membina dan memelihara
hubunganinterpersonal dengan baik.
5)
Memiliki hubungan interpersonal yang baik. Memiliki hubungan interpersonal yang baik
berkaitan dengan hakekatindividu
sebagai makhluk sosial, yang sejak lahir tergantung pada oranglain.
Individu yang memiliki penyesuaian diri yang baik mampumembentuk hubungan
dengan cara yang berkualitas dan bermanfaat.
Menurut Hariyadi, dkk (2003), terdapat beberapa
karakteristik penyesuaian diri yang positif, diantaranya :
v Kemampuan menerima dan memahami diri
sebagaimana adanya. Karakteristik ini
mengandung pengertian bahwa orang yang mempunyaipenyesuaian diri yang positif adalah orang yang sanggup menerima
kelemahan-kelemahan, kekurangan-kekurangan di samping kelebihan-kelebihannya. Individu tersebut mampu menghayati
kepuasan terhadap keadaan dirinya sendiri,
dan membenci apalagi merusak keadaan dirinyabetapapun kurang memuaskan
menurut penilaiannya. Hal ini bukan berartibersikap
pasif menerima keadaan yang demikian, melainkan ada usahaaktif disertai
kesanggupan mengembangkan segenap bakat, potensi, sertakemampuannya secara
maksimal.
v Kemampuan menerima dan menilai
kenyataan lingkungan di luar dirinyasecara objektif, sesuai dengan perkembangan
rasional dan perasaan.Orang yang memiliki
penyesuaian diri positif memiliki ketajaman dalammemandang realita, dan mampu memperlakukan realitas atau
kenyataansecara wajar untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Ia dalam berperilaku selalu bersikap mau belajar dari orang
lain, sehingga secara terbuka pula ia mau menerima feedback dari orang lain.
v Kemampuan bertindak sesuai dengan
potensi, kemampuan yang ada padadirinya dan kenyataan objektif di luar
dirinya.Karakteristik ini ditandai oleh kecenderungan seseorang untuk
tidak menyia-nyiakan kekuatan yang ada pada dirinya dan akan melakukan
hal-hal yang jauh di luar jangkauan kemampuannya. Hal ini terjadiperimbangan yang rasional antara energi yang dikeluarkan
dengan hasil yang diperolehnya,
sehingga timbul kepercayaan terhadap diri sendiri maupun terhadap
lingkungannya.
v Memiliki perasaan
yang aman dan memadaiIndividu yang tidak lagi dihantui oleh rasa cemas ataupun
ketakutan dalamhidupnya serta tidak mudah dikecewakan oleh keadaan sekitarnya.Perasaan aman mengandung arti pula bahwa orang
tersebut mempunyai harga diri yang mantap, tidak lagi merasa terancam
dirinya oleh lingkungan dimana ia berada, dapat menaruh kepercayaan terhadap
lingkungan dan dapat menerima kenyataan terhadap keterbatasan maupun
kekurangan-kekurangan dan lingkungannya.
v Rasa hormat pada
manusia dan mampu bertindak toleranKarakteristik ini ditandai oleh adanya
pengertian dan penerimaan keadaandi luar
dirinya walaupun sebenarnya kurang sesuai dengan harapan ataukeinginannya.f. Terbuka dan sanggup menerima umpan
balik Karakteristik ini ditandai oleh kemampuan bersikap dan berbicara
atasdasar kenyataan sebenarnya, ada kemauan belajar dari keadaan
sekitarnya,khususnya belajar mengenai reaksi orang lain terhadap perilakunya.
v Memiliki kestabilan psikologis terutama
kestabilan emosiHal ini tercermin dalam
memelihara tata hubungan dengan orang lain,yakni tata hubungan yang
hangat penuh perasaan, mempunyai pengertian yang dalam, dan sikap yang wajar.
v Mampu bertindak sesuai dengan norma
yang berlaku, serta selaras dengan hak dan kewajibannya.Individu mampu mematuhi dan melaksanakan norma yang berlaku tanpaadanya
paksaan dalam setiap perilakunya. Sikap dan perilakunya selalu didasarkan atas
kesadaran akan kebutuhan norma, dan atas keinsyafan sendiri.
b.
Penyesuaian Diri yang Salah
Ada tiga bentuk reaksi dalam penyesuaian diri yang
salah, yaitu:
1.
Reaksi Bertahan (Defence Reaction). Individu berusaha untuk mempertahankan
dirinya, seolah-olah tidak menghadapi kegagalan. Bentuk khusus reksi ini yaitu:
*
Rasionalisasi,
yaitu bertahan dengan mencari-cari alasan (dalam) untuk membenarkan
tindakannya.
*
Represi, yaitu
berusaha menekan pengalamannya yang dirakan kurang enak ke alam tidak sadar.
*
Proyeksi, yaitu
melemparkan sebab kegagalan dirinya kepada pihak lain untuk mencari alasan yang
dapat diterima.
* “Sour
Grapes” (anggur kecut), yaitu dengan memutarbalikkan kenyataan.
2.
Reaksi Menyerang (Aggressive Reaction). Reaksi-reaksinya tampak pada
perilaku:
* Selalu
membenarkan diri,
* Mau berkuasa
dalam setiap situasi,
* Mau memiliki
segalanya,
* Bersilkap
senang mengganggu orang lain,
* Menggertak
baik dengan ucapan maupun dengan perbuatan,
*
Menunjukkan
sikap permusuhan secara terbuka,
*
Menunjukkan
sikap menyerang dan merusak,
* Keras kepala
dalam perbuatannya,
* Bersikap
balas dendam,
* Memperkosa
hak orang lain,
* Tindakan
yang serampangan, dan
* Marah secara
sadis.
3.
Reaksi Melarikan Diri (Escape Reaction). Orang yang mempunyai
penyesuaian diri yang salah akan melarikan diri dari situasi yang menimbulkan
kegagalannya, reaksinya tampak dalam tingkah laku sebagai berikut:
* berfantasi,
* banyak
tidur,
* minum-minuman
keras
* bunuh diri,
* menjadi
pecandu ganja, narkotika, dan
* regresi.
B.
Faktor- Faktor yang Mempengaruhi
Proses Penyesuaian Diri
Sebagaimana telah dipahami bahwa dalam perkembangannya
manusia akan melewati masa remaja. Remaja adalah anak manusia yang sedang
tumbuh selepas masa anak – anak menjelang dewasa. Dalam masa ini tubuhnya
berkembang sedemikian pesat dan terjadi perubahan – perubahan dalam bentuk fisk
dan psikis.
Badannya tumbuh berkembang menunjukkan
tanda – tanda orang dewasa, perilaku sosialnya berubah semakin menyadari
keberadaan dirinya, ingin diakui dan berkembang pemikiran maupun wawasannya
secara lebih luas.
Penyesuaian diri pada diri remaja
sangatlah penting dimana penyesuaian diri pada masa ini dapat menentukan sikap
dan psikologi remaja pada masa yang akan datang, dimana jika remaja sulit atau
tidak bisa menyesuaikan diri pada lingkungan dimana dia berada akan berdampak
buruk pada perkembangan diri anak itu sendiri, baik pada masa penyesuaian atau
pun pada masa yang akan datang.
Pentingnya memahami faktor faktor
yang mempengaruhi proses penyesuaian diri remaja, yaitu:
a.
Mengantisipasi berbagai masalah yang akan muncul dalam proses
penyesuaian diri remaja baik di lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat.
b. Mencegah
berbagai pengaruh negatif yang menjadi kendala bagi perkembangan diri remaja.
Menurut Schneiders (1984), setidaknya ada lima faktor
yang dapat mempengaruhi proses penyesuaian diri remaja,
yaitu:
1.
kondisi fisik
2.
Kepribadian
3.
proses belajar
4.
lingkungan
5.
agama dan
budaya
Faktor - faktor yang mempengaruhi
penyesuaian diri remaja adalah penentu penyesuaian diri yang meliputi faktor -
faktor yang mengatur perkembangan dan terbentuknya pribadi remaja secara
bertahap.
Penentu-penentu itu dapat dikelompokkan
sebagai berikut:
1.
Kondisi-kondisi
fisik, termasuk didalamnya keturunan, konstitusi fisik, susunan saraf,
kelenjar, dan system otot, kesehatan, penyakit, dsb.
2.
Perkembangan dan kematangan, khususnya kematangan intelektual, social,
moral, dan emosional.
3.
Penentuan
psikologis, termasuk didalamnya pengalaman, belajarnya, pengkondisian, penetuan
diri, frustasi, dan konflik.
4.
Kondisi
lingkungan, khususnya keluarga dan sekolah.
5.
Penentuan cultural termasuk agama.
1. Kondisi Jasmaniah
·
Kondisi
jasmaniah merupakan kondisi primer yang penting bagi proses penyesuaian diri
(sistem saraf, kelenjar otot)
- Beberapa penelitian menunjukkan bahwa gangguan-gangguan dalam sistem syaraf, kelenjar dan otot menimbulkan gejala-gejala gangguan mental, tingkah laku dan kepribadian.
- Kondisi sistem tubuh yang baik merupakan syarat bagi tercapainya proses penyesuaian diri yang baik.
- Kualitas penyesuaian diri yang baik hanya dapat diperoleh dan dipelihara dalam kondisi kesehatan jasmaniah yang baik pula. Penyakit jasmaniah yang diderita oleh seseorang akan mengganggu proses penyesuaian dirinya. Gangguan penyakit yang kronis dapat menimbulkan kurangnya kepercayaan pada diri sendiri, perasaan rendah diri, ketergantungan, perasaan ingin dikasihani dan sebagainya.
2
Perkembangan Kematangan dan
Penyesuaian Diri
- Sesuai dengan hukum perkembangan, tingkat kematangan yang dicapai berbeda – beda antara individu yang satu dengan yang lainnya, sehingga pencapaian pola – pola penyesuaian diri pun berbeda pula secara individual.
- Pola penyesuaian diri akan bervariasi sesuai dengan tingkat perkembangan dan kematangan yang dicapainya. Kondisi – kondisi perkembangan mempengaruhi setiap aspek kepribadian seperti emosional, sosial, moral, keagamaan dan intelektual.
Pengalaman
• Tidak semua
pengalaman mempunyai arti bagi penyesuaian diri. Pengalaman yang menyenangkan
akan menimbulkan penyesuaian diri yang baik dan sebaliknya.
Belajar
•
Proses belajar
merupakan suatu dasar yang fundamental dalam proses penyesuaian diri, karena
melalui belajar ini akan berkembang pola – pola respon yang akan membentuk
kepribadian. Sebagaian besar respon dan ciri kepribadian lebih banyak yang
diperoleh dari proses belajar daripada yang diperoleh secara diwariskan. Proses
belajar ini akan berlangsung sepanjang hayat.
Determinasi
diri
•
Dalam proses
penyesuaian diri, disamping ditentukan oleh faktor – faktor terebut diatas,
orang itu sendiri menentukan dirinya, terdapat faktor kekuatan yang mendorong
untuk mencapai taraf penyesuaian yang tinggi. Faktor – faktor itulah yang
disebut determinasi diri.
•
Determinasi
diri mempunyai peranan penting dalam proses penyesuaian diri karena mempuyai
peranan dalam pengendalian arah dan pola penyesuaian diri. Ada beberapa orang
dewasa yang mengalami pengalaman penolakan ketika masa kanak – kanak, tetapi
mereka dapat menghindarka diri dari pengaruh negatif karena dapat menentukan
sikap atau arah dirinya sendiri.
Konflik dan
Penyesuaian
•
Tanpa
memperhatikan tipe – tipe konflik, mekanisme konflik secara essensial sama
yaitu pertentangan antara motif – motif.
•
Konflik dapat
bermanfaat memotivasi seseorang untuk meningkatkan kegiatan.
1.
Lingkungan Sebagai Penentu
Penyesuaian Diri
•
Rumah dan
Keluarga
Dari sekian banyak faktor yang mengkondisikan penyesuaian
diri. Faktor rumah dan keluarga merupakan faktor yang sangat penting. Kerena
keluarga merupakan satuan kelompok sosial terkecil. Interaksi sosial yang
pertama diperoleh individu adalah dalam keluarga. Kemampuan interaksi sosial
ini kemudian akan dikembangkan di masyarakat.
•
Hubungan Orang
Tua dan Anak
Pola hubungan antara orang tua dengan anak akan
berpengaruh terhadap proses penyesuaian diri anak-anak. Beberapa pola hubungan
yang dapat dipengaruhi penyesuai diri antara lain :
- Menerima (acceptance),
- Menghukum dan disiplin yang berlebihan,
- Memanjakan dan melindungi anak secara berlebihan.
- Penolakan.
- Hubungan saudara yang penuh persahabatan, saling menghormati, penuh kasih sayang, mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk tercapainya penyesuaian yang lebih baik, sebaliknya suasana permusuhan, perselisihan, iri hati, kebencian, dan sebagainya dapat menimbulkan kesulitan dan kegagalan penyesuaian diri.
•
Masyarakat
Keadaan lingkungan masyarakat dimana individu berada
merupakan kondisi yang menentukan proses dan pola-pola penguasaan diri. Kondisi
studi menunjukan bahwa banyak gejala tingkah laku yang meyimpang bersumber dari
keadaan masyarakat. Pergaulan yang salah dikalangan remaja dapat mempengaruhi
pola-pola penyesuaian dirinya. Faktor kondisi lingkungan sosial yang
tidak sehat atau “rawan”, dapat merupakan faktor yang kondusif bagi anak/remaja
untuk berperilaku menyimpang. Faktor masyarakat ini dapat dibagi dalam 2
bagian, yaitu pertama, faktor kerawanan masyarakat dan kedua, faktor daerah
rawan (gangguan kamtibmas). Kriteria dari kedua faktor tersebut,
antara lain:
a.
Faktor Kerawanan Masyarakat (Lingkungan)
1)
Tempat-tempat hiburan yang buka hingga larut malambahkan sampai dini
hari
2)
Peredaran
alkohol, narkotika, obat-obatan terlarang lainnya
3)
Pengangguran
4)
Anak-anak putus sekolah/anak jalanan
5)
Wanita tuna susila (wts)
6)
Beredarnya
bacaan, tontonan, TV, Majalah, dan lain-lain yang sifatnya pornografis dan
kekerasan
7)
Perumahan kumuh dan padat
8)
Pencemaran lingkungan
9)
Tindak kekerasan dan kriminalitas
10) Kesenjangan
sosial
b.
Daerah Rawan (Gangguan Kamtibmas)
1)
Penyalahgunaan
alkohol, narkotika dan zat aditif lainnya
2)
Perkelahian perorangan atau berkelompok/massal
3)
Kebut-kebutan
4)
Pencurian, perampasan, penodongan, pengompasan, perampokan
5)
Perkosaan
6)
Pembunuhan
7)
Tindak kekerasan lainnya
8)
Pengrusakan
9)
Coret-coret dan lain sebagainya
Kondisi psikososial dari ketiga lingkungan di atas,
merupakan faktor yang kondusif bagi terjadinya kenakalan remaja.
•
Sekolah
Sekolah mempunyai peranan sebagai media untuk
mempengaruhi kehidupan intelektual, sosial, dan moral para siswa. Suasana
disekolah baik sosial maupun psikologis menentukan
proses dan pola penyesuaian diri. Disamping itu, hasil pendidikan yang diterima
anak disekolah merupakan bekal bagi proses penyesuaian diri di masyarakat.
2.
Kultur dan Agama Sebagai Penentu Penyesuaian
Diri
· Lingkungan
kultural dimana individu berada dan berinteraksi akan menentukan pola
penyesuaian diri. Contohnya tata cara kehidupan di sekolah, di masjid dan
semacamnya akan mempengaruhi bagaimana anak menempatkan diri dan bergaul dengan
masyarakat sekitarnya.
· Agama
memberikan suasana psikologis tertentu dalam mengurangi konflik, frustasi dan
ketegangan lainnya.
· Agama memberi
tuntunan, konsep dan falsafah hidup yang meyakinkan dan benar. Oleh pemilikan
semua ini orang akan memperoleh arti hidup, kemana tujuan hidup, apa yang
dicari dalam hidup ini dan bagaimana ia harus berperan dalam hidup sehingga
hidupnya di dunia tidak sia- sia.
C.
Permasalahan-Permasalahan
Penyesuaian Diri Remaja
Diantara persoalan yang terpenting yang
dihadapai remaja dalam penyesuaian diri yaitu:
1) Hubungan remaja
dengan orang dewasa terutama orang tua.
Disini sangat dipengaruhi oleh sikap
orang tua dan suasana psikologi dan sosial dalam keluarga (kondisi lingkunan
keluarga)
Orang tua yang otoriter akan menghambat
perkembangan penyesuaian diri remaja, begitu juga perlindungan orang tua yang
berlebihan juga berakibat tidak baik. Perpindahan tempat juga memiliki pengaruh
yang kuat.
2) Sekolah juga
memiliki peranan/pengaruh yang kuat dalam dalam perkembangan jiwa remaja.
1.
Masalah-masalah
remaja
Tidak
semua remaja dapat memenuhi tugas-tugasnya dengan baik. Menurut Hurlock
(1973) ada beberapa masalah yang dialami remaja dalam memenuhi tugas-tugasnya,
yaitu:
1)
Masalah pribadi,
yaitu masalah-masalah yang berhubungan dengan situasi dan kondisi di rumah,
sekolah, kondisi fisik, penampilan, emosi, penyesuaian sosial, tugas dan
nilai-nilai.
2)
Masalah khas
remaja, yaitu masalah yang timbul akibat status yang tidak jelas pada remaja,
seperti masalah pencapaian kemandirian, kesalahpahaman atau penilaian
berdasarkan stereotip yang keliru, adanya hak-hak yang lebih besar dan lebih
sedikit kewajiban dibebankan oleh orangtua.
Elkind dan Postman (dalam Fuhrmann, 1990) menyebutkan
tentang fenomena akhir abad duapuluh, yaitu berkembangnya kesamaan perlakuan
dan harapan terhadap anak-anak dan orang dewasa. Anak-anak masa kini mengalami
banjir stres yang datang dari perubahan sosial yang cepat dan membingungkan
serta harapan masyarakat yang menginginkan mereka melakukan peran dewasa
sebelum mereka masak secara psikologis untuk menghadapinya. Tekanan-tekanan
tersebut menimbulkan akibat seperti kegagalan di sekolah, penyalahgunaan
obat-obatan, depresi dan bunuh diri, keluhan-keluhan somatik dan kesedihan yang
kronis.
Lebih lanjut dikatakan bahwa masyarakat
pada era teknologi maju dewasa ini membutuhkan orang yang sangat kompeten dan
trampil untuk mengelola teknologi tersebut. Ketidakmampuan remaja mengikuti
perkembangan teknologi yang demikian cepat dapat membuat mereka merasa gagal,
malu, kehilangan harga diri, dan mengalami gangguan emosional.
Bellak (dalam Fuhrmann, 1990) secara
khusus membahas pengaruh tekanan media terhadap perkembangan remaja.
Menurutnya, remaja masa kini dihadapkan pada lingkungan dimana segala sesuatu
berubah sangat cepat. Mereka dibanjiri oleh informasi yang terlalu banyak dan
terlalu cepat untuk diserap dan dimengerti. Semuanya
terus bertumpuk hingga mencapai apa yang disebut information overload.
Akibatnya timbul perasaan terasing, keputusasaan, absurditas, problem identitas
dan masalah-masalah yang berhubungan dengan benturan budaya.
Uraian di atas memberikan gambaran
betapa majemuknya masalah yang dialami remaja masa kini. Tekanan-tekanan
sebagai akibat perkembangan fisiologis pada masa remaja, ditambah dengan
tekanan akibat perubahan kondisi sosial budaya serta perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang demikian pesat seringkali mengakibatkan
timbulnya masalah-masalah psikologis berupa gangguan penyesuaian diri atau
ganguan perilaku. Beberapa bentuk gangguan perilaku ini dapat digolongkan dalam
delinkuensi.
Perkembangan pada remaja merupakan proses untuk mencapaikemasakan dalam
berbagai aspek sampai tercapainya tingkat kedewasaan. Proses ini adalah sebuah
proses yang memperlihatkan hubungan erat antara perkembangan aspek fisik dengan
psikis pada remaja.
v Kutub Keluarga ( Rumah Tangga)
Dalam berbagai penelitian yang telah dilakukan,
dikemukakan bahwa anak/remaja yang dibesarkan dalam lingkungan sosial keluarga
yang tidak baik/disharmoni keluarga, maka resiko anak untuk mengalami gangguan
kepribadian menjadi berkepribadian antisosial dan berperilaku menyimpang lebih
besar dibandingkan dengan anak/remaja yang dibesarkan dalam keluarga
sehat/harmonis (sakinah).
Kriteria keluarga yang tidak sehat tersebut menurut para
ahli, antara lain:
c.
Keluarga tidak utuh (broken home by death, separation, divorce)
d. Kesibukan
orangtua, ketidakberadaan dan ketidakbersamaan orang tua dan anak di rumah
e.
Hubungan interpersonal antar anggota keluarga (ayah-ibu-anak) yang tidak
baik (buruk)
f.
Substitusi
ungkapan kasih sayang orangtua kepada anak, dalam bentuk materi daripada
kejiwaan (psikologis).
Selain daripada kondisi keluarga tersebut di atas,
berikut adalah rincian kondisi keluarga yang merupakan sumber stres pada anak
dan remaja, yaitu:
a.
Hubungan buruk atau dingin antara ayah dan ibu
b.
Terdapatnya gangguan fisik atau mental dalam keluarga
c.
Cara pendidikan anak yang berbeda oleh kedua orangtua atau oleh
kakek/nenek
d.
Sikap orangtua yang dingin dan acuh tak acuh terhadap anak
e.
Sikap orangtua
yang kasar dan keras kepada anak
f.
Campur tangan atau perhatian yang berlebih dari orangtua terhadap anak
g.
Orang tua yang
jarang di rumah atau terdapatnya isteri lain
h.
Sikap atau
kontrol yang tidak konsisiten, kontrol yang tidak cukup
i.
Kurang stimuli
kongnitif atau sosial
j.
Lain-lain,
menjadi anak angkat, dirawat di rumah sakit, kehilangan orang tua, dan lain
sebagainya.
Sebagaimana telah disebutkan di muka, maka
anak/remaja yang dibesarkan dalam keluarga sebagaimana diuraikan di atas, maka
resiko untuk berkepribadian anti soial dan berperilaku menyimpang lebih besar
dibandingkan dengan anak/maja yang dibesarkan dalam keluarga yang
sehat/harmonis (sakinah).
v Kutub Sekolah
Kondisi sekolah yang tidak baik dapat menganggu proses
belajar mengajar anak didik, yang pada gilirannya dapat memberikan “peluang”
pada anak didik untuk berperilaku menyimpang. Kondisi sekolah yang tidak baik
tersebut, antara lain;
a.
Sarana dan
prasarana sekolah yang tidak memadai
b.
Kuantitas dan
kualitas tenaga guru yang tidak memadai
c.
Kualitas dan kuantitas tenaga non
guru yang tidak memadai
d.
Kesejahteraan
guru yang tidak memadai
e.
Kurikilum sekolah yang sering
berganti-ganti, muatan agama/budi pekerti yang kurang
f.
Lokasi sekolah
di daerah rawan, dan lain sebagainya.
v Kutub Masyarakat (Kondisi Lingkungan
Sosial)
Faktor kondisi lingkungan sosial yang tidak sehat atau
“rawan”, dapat merupakan faktor yang kondusif bagi anak/remaja untuk
berperilaku menyimpang. Faktor kutub masyarakat ini dapat dibagi dalam 2
bagian, yaitu pertama, faktor kerawanan masyarakat dan kedua, faktor daerah
rawan (gangguan kamtibmas). Kriteria dari kedua faktor tersebut, antara lain:
a. Faktor Kerawanan
Masyarakat (Lingkungan)
1)
Tempat-tempat
hiburan yang buka hingga larut malambahkan sampai dini hari
2)
Peredaran
alkohol, narkotika, obat-obatan terlarang lainnya
3)
Pengangguran
4)
Anak-anak putus
sekolah/anak jalanan
5)
Wanita tuna
susila (wts)
6)
Beredarnya
bacaan, tontonan, TV, Majalah, dan lain-lain yang sifatnya pornografis dan
kekerasan
7)
Perumahan kumuh
dan padat
8)
Pencemaran
lingkungan
9)
Tindak
kekerasan dan kriminalitas
10) Kesenjangan
sosial
b. Daerah Rawan
(Gangguan Kantibmas)
1)
Penyalahgunaan
alkohol, narkotika dan zat aditif lainnya
2)
Perkelahian
perorangan atau berkelompok/massal
3)
Kebut-kebutan
4)
Pencurian,
perampasan, penodongan, pengompasan, perampokan
5)
Perkosaan
6)
Pembunuhan
7)
Tindak
kekerasan lainnya
8)
Pengrusakan
9)
Coret-coret dan
lain sebagainya
Kondisi psikososial dan ketiga kutub diatas, merupakan
faktor yang kondusif bagi terjadinya kenakalan remaja
D.
Implikasi Proses Penyesuaian Diri Remaja Terhadap Penyelenggaraan
Pendidikan
Masa remaja adalah masa dimana
seorang remaja mencari jati dirinya. Masa remaja juga disebut masa emas (golden
age). Namun, para remaja pada masa perkembangan dihadapkan dengan berbagai
masalah, baik eksternal maupun internal. Masalah-masalah yang timbul pada masa
remaja harus bisa di pahami oleh seorang pendidik, agar remaja tidak mengalami
kemunduran mental. Karena remaja yang tidak mendapatkan bimbingan pada masa
remaja, Mereka akan cenderung melakukan perbuatan-perbuatan yang melanggar
norma-norma kehidupan. Pemecahan masalah tersebut bisa di selesaikan dengan
mengaitkan masalah-masalah tersebut dengan pen-didikan, baik pendidikan formal
ataupun non-formal.
Masa remaja disebut juga masa untuk
menemukan identitas diri (self identity). Usaha pencarian identitas banyak
dilakukan dengan menunjukkan perilaku coba-coba, perilaku imitasi atau
identifikasi. Ketika remaja gagal menemukan identitas dirinya, dia akan
mengalami krisis identitas (identity confusion), sehingga mungkin saja akan
terbentuk sistem kepribadian yang bukan menggambarkan keadaan diri yang
sebenarnya. Reaksi-reaksi dan ekspresi emosional yang masih labil dan belum
terkendali pada masa remaja dapat berdampak pada kehidupan pribadi maupun
sosialnya. Dia menjadi sering merasa tertekan dan bermuram durja atau justru
dia menjadi orang yang berperilaku agresif. Pertengkaran dan perkelahian
seringkali terjadi akibat dari ketidakstabilan emosinya.
Masa perkembangan remaja juga
ditandai dengan keinginan mengaktualisasikan segala ide pikiran yang dimatangkan
selama mengikuti pendidikan. Mereka bersemangat untuk meraih keberhasilan. Oleh
karena itu, mereka berlomba dan bersaing dengan orang lain guna membuktikan
kemampuannya. Segala daya upaya yang berorientasi untuk mencapai keberhasilan
akan selalu ditempuh dan diikuti. Sebab dengan keberhasilan itu, ia akan
meningkatkan harkat dan martabat hidup mereka di mata orang lain.
Laju proses perkembangan perilaku dan pribadi remaja
dipengaruhi oleh tiga faktor dominan ialah faktor bawaan (heredity), kematangan
(maturation), dan ling-kungan (environment): termasuk belajar dan latihan
(training and learning). Ketiga faktor dominan utama itu senantiasa
bervariasiyang mungkin dapat menguntungkan, menghambat atau membatasi lajunya
proses perkembangan tesebut.
Selain itu, perilaku remaja
mengalami perubahan krisis aspek pada masa perkembangannya yaitu masa ketika
mereka sedang mencari jati dirinya. Remaja sering berusaha memberikan kesan
bahwa mereka sudah hampir dewasa, yaitu merokok, minum-minuman keras, dan
menggunakan obat terlarang. Periode remaja seharusnya sudah memiliki pola pikir
sendiri dalam usaha memecahkan masalah-masalah yang kompleks dan abstrak.
Kemampuan berpikir para remaja berkembang sedemikian rupa sehingga mereka
dengan mudah dapat membayangkan alternatif pemecahan masalah beserta
kemungkinan akibat atau hasilnya. Kapasitas berpikir secara logis dan abstrak
berkembang sehingga mereka mampu berpikir multidimensi seperti ilmuwan. Para
remaja tidak lagi menerima informasi apa adanya, tetapi mereka akan memproses
informasi itu serta mengadaptasikannya dengan pemikiran mereka sendiri. Mereka
juga mampu mengintegrasikan pengalaman masa lalu dan sekarang untuk
ditransformasikan menjadi konklusi, prediksi, dan rencana untuk masa depan.
Dengan kemampuan operasional formal ini, para remaja mampu mengadaptasikan diri
dengan lingkungan sekitar mereka.
Oleh karena itu, remaja sekarang
harus bisa memilih-milih mana perilaku yang harus dilakukan, jangan sampai
perilaku tersebut terjerumus ke dalam perilaku negative.
Lingkungan sekolah mempunyai
pengaruh yang besar terhadap perkembangan jiwa remaja. Sekolah selain mengemban
fungsi pengajaran juga fungsi-fungsi pendidikan (transformasi norma). Dalam
kaitannya dengan pendidikan ini, peranan sekolah pada hakikatnya tidak jauh
dari peranan keluarga, yaitu sebagai rujukan dan tempat perlindungan jika anak
didik mengalami masalah.
Upaya-upaya yang dapat dilakukan
untuk memperlancar proeses penyesuaian diri remaja khususnya di sekolah adalah:
a)
Menciptakan situasi sekolah yang dapat menimbulkan rasa “ betah” (at
home) bagi anak-anak didik , baik secara sosial , fisik maupun akademis.
b)
Menciptakan suasana belajar mengajar yang menyenangkan bagi anak.
c)
Usaha memahami anak didik secara menyeluruh, baik prestasi belajar,
sosial , maupun seluruh aspek pribadinya.
d)
Menggunakan metode dan alat mengajar yang menimbulkan gairah belajar.
e)
Menggunakan prosedur evaluasi yang dapat memperbesar motivasi belajar.
f)
Ruang kelas yang memenuhi syarat-syarat kesehatan.
g)
Peraturan / tata tertib yamg jelas dan dapat dipahami oleh siswa.
h)
Teladan dari para guru dalam segi pendidikan.
i)
Kerja sama dan saling pengertian dari para guru dalam melaksanakan
kegiatan pendidikan di sekolah.
j)
Pelaksanaan program bimbingan dan penyuluhan yang sbaik-baiknya.
k)
Situasi kepemimpinan yang penuh saling pengertian dan tanggungjawab baik
pada murid maupun pada guru.
l)
Hubungan yang baik dan penuh pengertian antara sekolah dengan orang tua
siswa dan masyarakat.
Karena di sekolah guru merupakan
figur pendidik yang penting dan besar pengaruhnya terhadap penyesuaian
siswa-siswinya, maka dituntut sifat –sifat guru yang efektif, yakni sebagi
berikut (Ryans dalam Garrison, 1956).
a) Memberi kesempatan (alert), tampak
antusias dalam berminat dalam aktivitas siswa dalam kelas .
b) Ramah (cheerful) dan optimistis.
c) Mampu mengontrol diri, tidak
mudah kacau (terganggu ), dan teratur tindakannya
d) Senang kelakar, mempunyai ras humor.
e) Mengetahui dan mengakui
kesalahan-kesalahan sendiri.
f) Jujur dan opjektif dalam
memperlakukan siswa.
g) Menunjukan pengertian dan ras a
simpati dalam bekerja dengan sisiwa-siswinya.
Jika para guru bersama dengan
seluruh staf disekolah dapat melaksanakan tugasnya dengan baik , maka anak-anak
didik di sekolah itu yang berada dalam usia remaja akan cenderung berkurang
kemugkinannya untuk menglami permasalahan-permasalahan penyesuaaian diri atau
terlibat dalam masalah yang bisa menyebabkan perilaku yang menyimpang.
Conger
(dalam Abin, 1975: 11) menegaskan bahwa pemahaman dan pemecahan masalah yang
timbul pada masa remaja harus dilakukan secara interdisipliner dan antar
lembaga. Meskipun demikian, pendekatan dan pemecahannya dari pendidikan merupakan
salah satu jalan yang paling efektif dan strategis, karena bagi sebagian besar
remaja bersekolah dengan para pendidik, khususnya para guru, banyak mempunyai
kesempatan berkomunikasi dan bergaul.
Diantara
usaha-usaha pembinaan yang perlu di perhatikan, sekurang-kurangnya untuk
mengurangi kemungkinan tumbuhnya permasalahan yang timbul pada masa remaja,
dalam rangka kegiatan pendidikan yang dapat dilakukan para pendidik umumnya dan
para guru khususnya:
1.
Hendaknya seorang guru mengadakan program dan perlakuan layanan khusus
bagi siswa remaja pria dan siswa remaja wanita (misalnya dalam pelajaran
anatomi, fisiologi dan pendidikan olahraga) yang diberikan pula oleh para guru
yang dapat menyelenggarakan penjelasannya dengan penuh dignity. Tujuan dari usaha
tersebut adalah untuk memahami dan mengurangi masalah-masalah yang mungkin
timbul bertalian dengan perkembangan fisik dan psikomotorik remaja.
2.
Memperhitungkan segala aspek selengkap mungkin dengan data atau
informasi secermat mungkin yang menyangkut kemampuan dasar intelektual (IQ),
bakat khusus (aptitudes), disamping aspirasi atau keinginan orangtuanya dan
siswa yang bersangkutan. Terutama pada masa penjurusan atau pemilihan dan
penentuan program studi. Upaya tersebut bertujuan untuk memahami dan mengurangi
masalah-masalah yang mungkin timbul bertalian dengan perkembangan bahasa dan
perilaku kognitif.
3.
Seharusnya seorang guru bisa mengaktifkan dan mengkaitkan hubungan rumah
dengan sekolah (parent teacher association) untuk saling mendekatkan dan
menyelaraskan sistem nilai yang dikembangkan dan cara pendekatan terhadap siswa
remaja serta sikap dan tindakan perlakuan layanan yang diberikan dalam
pembinaannya. Tujuannya adalah untuk memahami dan mengurangi masalah-masalah
yang mungkin timbul bertalian dengan perkembangan perilaku sosial, moralitas
dan kesadaran hidup atau penghayatan keagamaan,
4.
Seorang guru atau pendidik untuk memahami dan mengurangi masalah-masalah
yang mungkin timbul bertalian dengan perkembangan fungsi-fungsi konatif,
afektif dan kepribadian, seyogyanya seorang guru memberikan tugas-tugas yang
dapat menumbuhkan rasa tanggung jawab, belajar menimbang, memilih dan mengambil
keputusan atau tindakan yang tepat akan sangat menunjang bagi pembinaan
kepribadiannya.
Lingkungan sekolah sangat berpengaruh pada
perkembangan jiwa remaja, karena selain berfungsi sebagai pengajaran, sekolah
juga berfungsi sebagai transformasi norma.
Dalam hal ini sekolah memiliki peranan yang tidak jauh dari keluarga, terutama wali kelas dan guru-guru BP
Dalam hal ini sekolah memiliki peranan yang tidak jauh dari keluarga, terutama wali kelas dan guru-guru BP
********
0 komentar:
Posting Komentar